Bismillahirrahmaanirrahim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menerangkan tentang Islam, termasuk di dalamnya masalah adab.
Seorang penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak mulia. Dia
harus mengamalkan ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap
dirinya maupun kepada orang lain.
Berikut diantara adab-adab yang
selayaknya diperhatikan ketika seseorang menuntut ilmu syar’i,
Pertama, Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu
Dalam menuntut ilmu kita harus
ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat ilmu yang
bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah. “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya
kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS.
Al-Bayyinah:5)
Orang yang menuntut ilmu bukan
karena mengharap wajah Allah termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api
neraka untuknya. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah
dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan
duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR.
Ahmad)
Kedua, Rajin berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang
bermanfaat
Hendaknya setiap penuntut ilmu
senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan memohon
pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepadaNya.
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada
Allah Ta’ala dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat,
karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat,
seperti mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.
Ketiga, Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus
ilmu
Dalam menuntut ilmu syar’i
diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam
mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah
apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu
(1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2)
orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR.
Al-Baihaqi)
Keempat, Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa
kepada Allah Ta’ala
Seseorang terhalang dari ilmu yang
bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan
maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati,
merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.
Kelima, Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut
ilmu
Sombong dan malu menyebabkan
pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam
dirinya.
Imam Mujahid mengatakan,
لاَ
ÙŠَتَعَÙ„َّÙ…ُ الْعِÙ„ْÙ…َ Ù…ُسْتَØْÙ‰ٍ Ùˆَلاَ
Ù…ُسْتَÙƒْبِرٌ
“Dua orang yang tidak belajar ilmu:
orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)
Keenam, Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz,
syaikh atau guru
Allah Ta’ala berfirman, “…
sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya.
Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah
orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
Ketujuh, Diam ketika pelajaran disampaikan
Ketika belajar dan mengkaji ilmu
syar’i tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan
tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol.
Allah Ta’ala berfirman, “dan apabila dibacakan Al-Quran, maka
dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
Kedelapan, Berusaha memahami ilmu syar’i yang disampaikan
Kiat memahami pelajaran yang
disampaikan: mencari tempat duduk yang tepat di hadaapan guru, memperhatikan
penjelasan guru dan bacaan murid yang berpengalama. Bersungguh-sungguh untuk
mengikat (mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat
pelajaran disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu
yang sama, mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguh-sungguh
mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.
Kesembilan, Menghafalkan ilmu syar’i yang disampaikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Semoga Allah memberikan cahaya
kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya,
menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada
orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia memberikan
cahaya pada wajah orang-orang yang mendengar, memahami, menghafal, dan
mengamalkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita pun
diperintahkan untuk menghafal pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran
dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesepuluh, Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan
Ketika belajar, seorang penuntut
ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-id (faedah dan
manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau
berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau
gurunya. Agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam
ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. Ibnu
‘Abdil Barr)
Kesebelas, Mengamalkan ilmu syar’i yang telah dipelajari
Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan
akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa
takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan
tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut
ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu,
kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya)
adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya
sendiri.” (HR Ath-Thabrani)
Kedua belas, Berusaha mendakwahkan ilmu
Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6)
Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6)
Hal yang harus diperhatikan oleh
penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak manusia ke jalan Allah merupakan
kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan
terlaksana kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada
ilmu ia berdakwah. Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai
sampai batas usaha yang maksimal. Syarat dakwah:
- Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran ‘aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ dan Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan iman.
- Manhajnya benar, memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.
- Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’ (mengikuti) contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengadakan bid’ah, baik dalam i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau perkataan.
[Zulfa Sinta Filavati]
Referensi:
Adab & Akhlak Penuntut Ilmu karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Adab & Akhlak Penuntut Ilmu karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas
(sumber : http://muslimah.or.id)
0 komentar:
Posting Komentar